Istilah adopsi anak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “adoption”, yang berarti mengangkat anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama dengan anak kandung.
Secara hukum, adopsi anak dikuatkan berdasarkan keputusan pengadilan negeri. Namun, kerap terjadi adopsi anak dilakukan hanya berdasar kesepakatan dua pihak, calon orang tua angkat dengan orang tua kandung. Tak jarang, juga terjadi karena ada unsur “jual-beli” antar keduanya. Jadi, unsur syar’i atau hukumnya kerap diabaikan.
Perlu diketahui bahwa istilah adopsi tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan, istilah yang digunakan adalah pengangkatan anak. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 angka 9 UU 35/2014 yang menyebutkan:
Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Lebih lanjut, Pasal 39 ayat (1) dan (2) UU 35/2014 menyatakan:
- Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
Persyaratan Adopsi Anak
Adapun untuk dapat mengadopsi anak secara legal, terdapat syarat-syarat adopsi anak yang harus dipenuhi yaitu:
Syarat Anak
Syarat anak yang akan diangkat, meliputi:
- belum berusia 18 tahun;
- merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
- berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
- memerlukan perlindungan khusus.
Usia anak angkat tersebut meliputi:
- anak belum berusia 6 tahun, merupakan prioritas utama;
- anak berusia 6 tahun sampai dengan belum berusia 12 tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
- anak berusia 12 tahun sampai dengan belum berusia 18 tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.
Syarat Calon Orang Tua Angkat
Terdapat 13 syarat adopsi anak yang harus dipenuhi calon orang tua angkat manakala ingin melakukan adopsi anak, yakni:
- sehat jasmani dan rohani;
- berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun;
- beragama sama dengan agama calon anak angkat;
- berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
- berstatus menikah paling singkat 5 tahun;
- tidak merupakan pasangan sejenis;
- tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
- dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
- memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
- membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
- adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
- telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
- memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
Adopsi Anak Ilegal
Selain itu, perlu Anda ketahui proses adopsi anak dapat dikatakan adopsi anak ilegal yaitu jika
- Pengangkatan anak yang dilakukan bukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, tetapi untuk kepentingan pribadi seseorang, dan dilakukan tidak berdasarkan adat kebiasaan setempat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pengangkatan anak yang memutuskan hubungan nasab dengan orang tua kandung anak angkat.
- Calon orang tua angkat ternyata tidak seagama dengan anak yang diangkat.
- Pengangkatan anak oleh warga negara asing yang telah ternyata bahwa pengangkatan anak bukan merupakan upaya terakhir, karena masih ada upaya lainnya.
Sanksi pelanggaran terhadap poin 1, 2, dan 4 di atas berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta
Lalu, bagaimana sebenarnya tata cara yang benar terkait pengangkatan anak?
Berdasarkan Perpres No. 96 Tahun 2018, seorang anak dapat didaftarkan menjadi anggota keluarga orang tua angkatnya dengan status hubungan dengan kepala keluarga adalah “anak”. Selanjutnya, nama ayah/ibu kandungnya tetap tercantum dalam kolom nama ayah dan ibu. Artinya data data pada akta kelahiran si anak harus benar, tidak boleh ada manipulasi atau kebohongan.
Apabila anak sudah terdaftar dalam KK dan memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), selanjutnya dapat dibuatkan akta kelahiran dengan nama orang tua kandung tetap tercantum dalam akta tersebut.
Jika telah terbit penetapan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap mengenai adopsi anak tersebut, maka wajib dilaporkan kepada Dinas Dukcapil setempat.
Berdasarkan laporan tersebut pejabat pencatatan sipil selanjutnya membuat catatan pinggir pada kutipan akta kelahiran dan register akta kelahiran.
Catatan pinggir merupakan keterangan bahwa anak yang namanya tercantum dalam akta kelahiran telah diadopsi oleh orang tua angkatnya.
Selanjutnya pengangkatan anak yang telah melalui proses pencatatan pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Perpres No. 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil maka secara administrasi kependudukanya sudah selesai. Sehingga dalam KK hubungan Kepala Keluarga dengan anak angkat adalah sebagai “anak”, dengan nama orang tua kandung tetap tercantum dalam kolom nama orang tua.
Selanjutnya, Pasal 6 PP No. 54 Tahun 2007 dijelaskan bahwa orang tua angkat wajib memberitahukan anak angkat mengenai asal usul dan orang tua kandungnya. Hal ini juga sesuai dengan UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No .23 tahun 2022 tentang Perlindungan anak, pada Pasal 27 bahwa anak berhak mengetahui asal usulnya semenjak dilahirkan.
Sanksi Adopsi Anak Secara Ilegal
Mendaftarkan anak angkat sebagai anak kandung adalah pelanggaran hukum. Dipastikan, ada manipulasi data saat pencatatan sehingga dapat berindikasi pidana.
Pasal 94 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU. No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa bagi siapa saja yang melakukan manipulasi elemen data penduduk diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp75 juta